BLOG

Browse Dekkson's articles for your reference.

Category Blog


- Article | 15 September 2023

Pentingnya Fire Safety Untuk Pencegahan Kebakaran

Fire safety atau tindakan pencegahan saat terjadi kebakaran sangat penting bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang bekerja atau tinggal di gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk. Kali ini, Dekkson berkesempatan untuk berbicara langsung dengan Prof. Dr. Yulianto Nugroho yang merupakan guru besar Universitas Indonesia dalam fire safety engineering, agar kita dapat memahami penanganan kebakaran secara langsung jika berada di gedung bertingkat atau perumahan padat penduduk. Sebelumnya, penjelasan mengenai fire safety telah dijelaskan oleh Prof. Yulianto Nugroho dalam seminar Dekkson Knowledge di Tangerang.

Pentingnya edukasi mengenai fire safety bagi masyarakat, menurut Prof. Yulianto Nugroho, adalah untuk mencegah risiko kebakaran, karena risiko kebakaran dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki fasilitas dan sistem dalam masyarakat serta mencegah potensi kebakaran.

“Sebagai masyarakat perlu mengurangi potensi kebakaran baik itu kegiatan di rumah atau publik agar potensi itu dapat dikurangi. Selain itu, memperbaiki fasilitas sistem dimana kita tinggal, misal sistem detektor, perbaiki sistem kelistrikan dan mengurangi jumlah pakaian yang disimpan di dalam rumah. Masyarakat perlu memiliki kontak degan nomor-nomor dari pemadam kebakaran terdekat. Jika di pemerintah ada RedKar (Relawan Kebakaran), barangkali jadi cara untuk meningkatkan awarness.” ungkap Prof. Yulianto.

Dalam penerapan sistem kebakaran, terdapat dua sistem proteksi, yaitu sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Sistem kebakaran aktif merujuk pada deteksi dan penanganan yang membantu dalam proses pemadaman, mencakup teknologi yang mendeteksi dan memberi peringatan tentang risiko kebakaran, seperti pemasangan detektor, alarm kebakaran, penyediaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan), hidran, dan sprinkler otomatis. Selanjutnya, dalam sistem kebakaran pasif, menurut Prof. Yulianto Nugroho, melibatkan pengaturan komponen bangunan yang mendukung upaya penanggulangan kebakaran.

"Kita memiliki lima fitur dalam sistem kebakaran atau proteksi kebakaran, diantaranya adalah sistem proteksi pasif. Sistem kebakaran pasif adalah sistem yang dipasang dan dilengkapi pada bangunan gedung agar jika terjadi kebakaran di salah satu bagian bangunan tersebut, api tidak merambat ke bagian lainnya. Contohnya adalah dinding yang tahan api, pintu yang tahan api, atau langit-langit yang sulit terbakar," jelas Prof. Yulianto.

Untuk mencegah kebakaran di gedung bertingkat, sangat penting untuk memastikan sistem proteksi aktif dan pasif berfungsi dengan baik. Ini harus menjadi tanggung jawab pihak manajemen gedung. Manajemen gedung bertingkat harus memastikan bahwa semua sistem yang terpasang dalam gedung berfungsi dengan baik.

“Tentu, pesannya kepada management bangunan gedung yang harus memastikan sistem yang dipasang di dalam bangunan gedung sudah baik, sistem deteksinya bekerja dengan baik, sistem supresinya bekerja dengan baik, begitu juga sarana penyelamatan jiwa. Dan management yang mengoperasikan bangunan gedung tersebut, sehingga kemudian melalui pelatihan seluruh penghuni gedung dilatih menggunakan tangga, kemudian menggunakan APAR. Mayarakat penghuni atau pengguna bangunan gedung apalagi perkantoran jika sudah terlatih seharusnya sudah tidak panik lagi.” tambah Prof. Yulianto.

Kemudian, kerjasama antara manajemen gedung dan penghuni gedung sangat penting. Pencegahan kebakaran harus menjadi usaha bersama untuk mengurangi risiko kebakaran. Melalui pelatihan tentang penanganan kebakaran kepada penghuni gedung bertingkat, risiko kebakaran dapat diminimalkan.

“Bisa jadi orang yang bekerja atau tinggal dapat digilir menjadi floor wooden (penanggung jawab lantai) atau dilatih mengenai fire suppresion. Kuncinya agar tidak panik adalah tingkatkan kapasitas dari orang yang tinggal disana sehingga dia turut serta membantu kalau di kondisi darurat.” tambah Prof. Yulianto.

Selain itu,wilayah pemukiman padat penduduk adalah ciri khas dari ibu kota Jakarta. Oleh karena itu, sering kali terdengar berita tentang kebakaran di wilayah pemukiman padat penduduk yang dapat dengan cepat merambat. Hal ini disebabkan oleh kemampuan api untuk menyebar dengan cepat di wilayah yang rentan terhadap kebakaran. Untuk mencegahnya, perlu ada SOP (Standard Operating Procedure) yang baik untuk penanganan kebakaran guna menghindari korban jiwa.

“Pemukiman padat dilingkungan kita memang tidak bisa dihindarkan, karena memang ada perbedaan kemampuan atau mungkin juga kebiasaan dalam beraktifitas atau berkomunikasi dalam bermasyarakat. Jadi sebetulnya masyarakat kita meskipun tinggal di pemukiman yang relatif padat tetapi memiliki hubungan sosialnya kuat. Namun demikian, hal keselamatan kebakaran alangkah baiknya mengadakan program dari pemerintah dan juga dari masyarakat untuk menata pemukiman padat ini menjadi pemukiman yang lebih tertata.” tegas Prof. Yulianto.

Pada tahun 1969-1979, pemerintah Indonesia melakukan program perbaikan di kampung Muhammad Husni Thamrin di Jakarta. Program ini adalah salah satu contoh dari upaya perbaikan dan penataan wilayah yang bertujuan untuk mencegah risiko kebakaran. Ini dapat mengurangi jalur penyebaran api yang cepat.

"Pada tahun 1970-an di Jakarta, pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, atau yang dikenal dengan sebutan Bang Ali, ada proyek Muhammad Husni Thamrin. Tujuannya adalah untuk memperbaiki fasilitas umum, seperti fasilitas cuci dan toilet, tetapi kemudian berkembang menjadi pengerasan dan penataan jalan sehingga kampung tersebut menjadi lebih teratur. Contohnya adalah kawasan Utan Kayu atau wilayah lain yang merupakan contoh upaya penataan wilayah. Jika pemerintah daerah memiliki cukup dana terkait dengan peningkatan keselamatan kebakaran, solusinya tidak hanya dengan investasi dalam kendaraan pemadam kebakaran, tetapi juga melalui penataan wilayah," tambah Prof. Yulianto.

Jika Anda berada dalam gedung yang sempit dan pengap, sangat penting untuk melakukan re-assessment terkait dengan bangunan dan struktur gedung tersebut. Re-assessment adalah pengujian atau pemeriksaan ulang terhadap komponen struktur bangunan. Struktur bangunan harus memiliki kemampuan untuk merespons kondisi kebakaran dan harus dilengkapi dengan alat keselamatan yang memadai.

"Kondisi ini memang sangat sulit. Oleh karena itu, setiap kali kita ingin menggunakan sebuah bangunan, apakah itu untuk pertemuan, kegiatan sosial, atau tempat tinggal, kita harus melakukan re-assessment. Salah satu aspek pentingnya adalah kemampuan struktur bangunan untuk merespons kebakaran, termasuk ketersediaan alat keselamatan, terutama akses evakuasi," tegas Prof. Yulianto.

Fire safety harus diperhatikan dengan baik untuk mencegah risiko kebakaran. Beberapa langkah pencegahan dan panduan saat terjadi kebakaran harus diperhatikan dengan baik. Manajemen gedung bertingkat harus menyediakan fasilitas dan akses yang baik untuk bangunan tersebut. Penghuni gedung juga harus mendapatkan pelatihan pencegahan kebakaran secara berkala untuk meminimalkan risiko kebakaran. Pemerintah perlu berperan dalam penataan wilayah yang sempit dan padat penduduk, serta memberikan fasilitas yang mendukung bagi penduduk. Masyarakat juga harus berpartisipasi aktif dalam kesadaran akan kebakaran. Dalam hal fire safety, semua lapisan masyarakat harus bekerja sama untuk mengurangi risiko kebakaran yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.